Sepakbola Sebagai Ruang
BERTAHUN-tahun
sebelumnya sejak sepakbola mulai dimainkan dan dibicarakan, maka bertahun-tahun
selanjutnya akan tetap dimainkan dan dibicarakan pula. Generasi pemain bola di
lapangan sebagaimana pecinta bola di pinggir lapangan akan bergantian lahir dan
hadir.
Ini bukan hanya di
kota, literasi bola di daerah – kota kecil mulai menggeliat. Di kota kecil
tempat saya tinggal, Pangkep, Sulawesi Selatan. Berjarak sekitar 50 km sisi
utara kota Makassar, ibu kota Sulawesi Selatan. Membicarakan bola di warung
kopi sama lumrahnya membincang politik lokal walau miskin imajinasi relasional.
Bola tetap bola dan politik berjarak.
Tak dimungkiri, generasi
milenial doyan menonton ulangan pertandingan di You Tube dengan leluasa bisa
mereka putar berulangkali. Rombongan ini tidak sedikit dan mereka bahagia
karena pertandingan yang berlangsung jauh sebelum mereka dirancang untuk
dilahirkan dengan mudah berlari ke masa lalu. Menikmati berengseknya Maradona
meludahi Inggris dengan gol tangan tuhannya.
Manusia, Ruang, dan
Kuasa adalah relasi tak terhindarkan dalam menonton (membaca) gerak sepakbola.
Kita selaku manusia yang menyaksikan manusia bermain bola pada satu ruang.
Disaat bersamaan kita memasuiki kekuasaan.
Saya menemukan diri
berada dalam satu ruang dan begitu dekat dengan rangkaian peristiwa sepakbola
meski kita tidak berada di Eropa atau di Amerika. Hal yang saya kira dirasakan
juga para penggila bola di belahan dunia.
_
MEMILIKI
akun media sosial menjadi jembatan terhubung ke segala sudut di rimba dunia
maya. Beberapa hal yang tidak terbayangkan perlahan muncul satu-satu dari
tautan teman di akun medsos. Salah satunya terjadi di tahun 2013, di laman
Facebook saya temukan PanditFootball.Com
Bagi saya, website itu
sungguh berani. Fokus pada satu topik ulasan: sepakbola. Bermula dari sanalah,
saya mulai mencoba menulis ulasan sepakbola di tahun 2013 lalu memostingnya di
blog pribadi: kamar-bawah.blogspot.com.
Setahun kemudian muncul
lagi Fandom.Id lalu saya berjumpa juga belakanggawang.blogspot.co.id yang diisi
dua sekawan: Mahfud Ikhwan dan Darmanto Simapea. Antara tahun 2013 dan 2014
saya belum mengenal Four-Four Two. Dua website itulah yang saya suntuki membaca
sepakbola dari sudut yang lain.
Lahirnya buku tentang
bola yang tidak membahas taktik seperti Simulakra
Sepakbola dari Zen RS dan Tamasya
Bola Darmanto Simapea juga
menjadi referensi meski jauh sebelumnya Shindunata, Gusdur, dan Emha Ainun Najib
sudah melakukannya.
Di tahun 2014, tahun
suksesi kepala negara di Indonesia dan Piala Dunia di Brasil menjadi tema
selain perhelatan Liga Champions Eropa di tahun itu. Mendorong menuliskan
beberapa ulasan.
Tahun 2016 digelar dua
perhelatan akbar sepakbola di dua benua. Eropa dan Amerika. Juga menjadi pemicu
merampungkan beberapa catatan. Tantangannya terletak pada sejauh mana
efektivitas ulasan ini melawan waktu yang telah lampau dimana acuannya
disandarkan.
Di buku Bola-Bola Kultural karya Emha terbit di
tahun 1993 yang bertumpu pada peristiwa sepakbola Piala Eropa 92 dan Olimpiade
di Barcelona di tahun yang sama, tetap memberikan cara pandang kontekstual
sampai hari ini.
Kira-kira, seperti
itulah naskah dalam kumpulan catatan ini. Serupa kumpulan cerpen yang dibukukan
dan memilih satu judul cerpen guna ditasbihkan judul buku. Orang-Orang di Persimpangan Pinggir Lapangan adalah salah satu
judul ulasan dan saya memilihnya menjadi judul buku.
Relasi isi naskah ada
yang saling terkait karena memang ditulis pada momen yang sama. Perjumpaan
Atletico Madrid dan Bayer Munchen di gelaran Liga Champions musim 2015-2016,
misalnya. Di periode itu saya intens menuliskan analisis pertandingan.
_
Data BUku
Judul
|
:
|
Orang-Orang di
Persimpangan Pinggir Lapangan
|
Penulis
|
:
|
F Daus AR
|
Tahun Terbit
|
:
|
Cetakan I, 2018
|
Ukuran
|
:
|
Iii + 159 Hal. 14 cm
x 20 cm
|
ISBN
|
:
|
978-602-616603-1-7
|
Komentar
Posting Komentar